Nama :
Neofaldy
Asal PTKIN : IAIN
Langsa
Desa Perkebunan Gedung Biara
merupakan salah satu dari 24 desa yang ada di Kecamatan Seruway, Kabupaten Aceh
Tamiang. Sesuai namanya, desa ini terletak ditengah-tengah hamparan perkebunan
sawit yang membuat desa ini tampak terisolasi dari 23 desa lainnya. Namun desa
ini memiliki rutinitas unik yang dipertahankan dari tahun ke tahun. Rutinitas tersebut erat kaitannya dengan
nilai-nilai keislaman, lantaran penduduk desa yang didominasi oleh suku jawa
dan mayoritas pemeluk agama islam. Rutinitas unik ini dilaksanakan setiap seminggu
bertepatan pada malam jumat yang dikenal dengan sebutan wirid. Di Desa
Perkebunan Gedung Biara, wirid juga dilaksanakan oleh Ahkwa, namun dalam
artikel ini saya memfokuskan pembahasan wirid yang dipraktikan oleh Ihkwat
setiap saat malam jumat tiba.
Menurut Imam Al-Ghazali dalam bukunya
Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa wirid adalah bentuk zikir atau ibadah yang
dilakukan secara konsisten dan berulang-ulang. Menurut beliau, wirid merupakan
sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, membersihkan hati dari noda-noda
duniawi, dan menjaga kesucian jiwa. Selain itu, menurut Imam Nawawi dalam
kitabnya yang berjudul Al-Adzkar mendefinisikan bahwa wirid sebagai amalan
zikir yang dilakukan secara tetap dan berkelanjutan. Menurud Imam Nawawi wirid
adalah cara untuk mengingat Allah dalam setiap keadaan, baik suka maupun duka,
dan merupakan sarana untuk mendapatkan ketenangan hati serta rahmad Allah.
Wirid di Desa Perkebunan Gedung Biara
telah dipraktikkan lebih dari 25 tahun silam, hal ini berdasarkan pengakuan
Sekretaris Desa Perkebunan Gedung Biara Agus Supriyanto. Menurutnya, sekitar 25
tahun lalu, seluruh Dusun yang ada di Perkebunan Gedung Biara melaksanakan
wirid, kini wirid yang dijalankan di Desa Perkebunan Gedung Biara hanya masih diterapkan
di Dusun Ladang Baru, sedangkan keempat dusun lainnya seperti Pendok Seng,
Gedung Biara dan Pondok Alur tidak mampu mempertahankan ibadah rutin ini. Di
Dusun Ladang Baru, khususnya kaum laki-laki (ikhwat) menunaikan wirid setiap
datang malam Jumat dan kaum perempuan (akhwat) pada keesokan harinya, yaitu
hari Jumat. Dalam mempertahankan rutinitas ini, masyarakat memilih lokasi wirid
pada tempat yang silih berganti, dari rumah warga yang satu beralih ke rumah
warga yang lain.
Kaum ihkwat yang menunaikan wirid
pada malam jumat dimulai setelah (ba’da) shalat insya selesai. Mereka yang
berjumlah 25 hingga 35 orang berkumpul disalah satu rumah warga. Sebelum jamaah
wirid memulai bacaan zikir, shalawat, doa dan bacaan lainya, Kepala Dusun
biasanya menyampaikan pengumuman tentang program kerja, undangan, atau kegiatan
dalam ruang lingkup desa. Contohnya seperti Kepala Dusun ladang Baru Desa
Perkebunan Gedung Biara Khairul Fahri menjelang perayaan HUT RI ke-79 membuka
rapat tentang pelaksanaan perlombaan HUT RI sebelum wirid dimulai.
Saat wirid dimulai, ritual itu
dipimpin secara bergantian oleh setiap perangkat desa yang hadir. Saat awal
pembacaan talil dipimpin oleh Imam Dusun Ladang Baru, Miskam. Umumnya sebelum
mulai membaca bacaan-bacaan dalam wirid,
Imam Dusun sering kali menyampaikan rasa syukur karena dengan
pelaksanaan wirid ini tidak hanya berguna sebagai wadah untuk mengirimkan doa
kepada arwah tertentu saja, namun Ia selalu menegaskan aktivitas wirid ini juga
sebagai ajang mempererat tali silaturrahmi antar warga di Desa Perkebunan
Gedung Biara khususnya Dusun Ladang Baru. Setelah itu barulah bacaan zikir
dimulai yang dipimpin oleh Imam Dusun kemudian bacaan zikir dan ayat Al-Qur’an
dipimpin oleh Sekretaris Desa Perkebunan Gedung Biara Agus Supriyanto dan
bacaan doa diakhir wirid dipimpin oleh Imam Desa Perkebunan Gedung Biara,
Gunawan.
Setelah selesai seluruh bacaan dalam wirid, jamaah disuguhkan
dengan aneka makanan dan minuman seperti teh, kopi dan beragam kue basah. Penyajian
makanan dan minuman ini dihidangkan oleh remaja desa khususnya anak-anak yang
masih mengenyam pendidikan di SMK, SMA dan SMP. Oleh karena itu, fenomena wirid
di Desa Perkebunan Gedung Biara terlihat seperti spektrum sosial yang aktif
baik dari kalangan lansia, dewasa, hingga remaja bahkan perangkat desa dalam
mempraktikkan kegiatan wirid tersebut.
Dari pandangan mata, fenomena wirid berlangsung secara formal
lantaran dibuka secara resmi dan ditutup secara legalitas. Penutupan wirid
diisi dengan ucapan terimakasih dan permohonan maaf dari jamaah yang diwakili
oleh Imam Dusun. Pada sesi ini tuan rumah (ahli bait) tidak hanya diam, salah
satu anggota keluarga turut membalas ucapan syukur serta terimakasih atas
kehadiran jamaat.
Adapun hal yang saya anggap unik dalam pelaksanaan wirid ini
adalah ketika perwakilan dari jamaah atau tuan rumah melayangkan permohonan
maaf. Seketika jamaah lainnya secara spontan dan serentak membalas dengan kata “maaf”
pula serta dibarengi dengan lafaz yang panjang. Menurut saya hal ini unik juga
sebuah bentuk keramahan dalam sebuah pertemuan juga sebagai pererat
silaturrahmi antar warga di Desa Perkebunan Gedung Biara.
Kesimpulan:
Wirid Ihkwat yang dilakukan oleh warga desa tidak hanya
merupakan sebagai pelaksanaan mengirimkan doa-doa kepada almarhum dari ahli
bait saja, namun juga sebagai wadah sialaturrahmi antar warga di Desa
Perkebunan Gedung Biar. Pelaksanaan wirid dilakukan setiap malam Jumat dan
berlokasi di rumah warga secara silih berganti. Dalam kelangsungannya, pembacaan
kalimat-kalimat dalam wirid ini dipimpin
oleh perangkat Desa Secara mulai dari Imam hingga Sekretaris Desa Perkebunan
Gedug Biara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar