Foto : (Doc.Istimewa) |
Zawiyah News | Serba Serbi - Berbagai industri perabotan rumah tangga
menggunakan getah karet sebagai
bahan baku pembuatan perabotan dapur. Getah karet dapat digunakan sebagai salah satu bahan obat.
Biji karet mengandung
berbagai jenis senyawa dan nutrisi seperti air, lemak, protein, dan senyawa
lain.
Sekilas Mengenai Karet Alam
Indonesia
Karet alam merupakan komoditas
ekspor pertanian kedua terbesar Indonesia. Pada 2019, total ekspor karet alam
Indonesia tercatat sebanyak 2,58 juta ton dengan nilai USD 3,65 miliar.
Persentase ekspor tersebut meliputi 79 persen dari produksi karet alam,
sedangkan 21 persennya dikonsumsi pasar domestik.
Sebagai penghasil kedua
terbesar karet alam di dunia, pada 2019 Indonesia memproduksi 3,30 juta ton
dari lahan perkebunan karet seluas 3,68 juta hektare. Sebanyak 85 persen lahan
perkebunan dimiliki dan dibudidayakan oleh 2,2 juta petani karet.
Seperti diketahui banyak sekali masyarakat di daerah
Aceh yang memiliki lahan karet untuk digarap karena hasilnya yang lumayan, dan
biaya pemeliharaannya yang tidak terlalu mahal termasuk masyarakat Desa Bayen,
Aceh Khususnya yang ditinggali oleh masyarakat sekitar 30 KK setiap dusun nya.
Kebanyakan dari mereka adalah petani karet, baik itu perkebunan karet milik
mereka sendiri maupun buruh terhadap kebun karet milik orang lain, mereka biasa
menyebutnya dengan “Pohon Rambung”.
Banyak sekali manfaat dari getah karet ini, diantaranya
yaitu:
1.
Berperan dalam reboisasi dan rehabilitasi lahan
2.
Bahan pembuatan karet
3.
Bahan untuk industri sintetis
4.
Dapat menghasilkan tikar lantai
5.
Mengurangi emisi rumah kaca
6.
Membantu pemanfaatan lahan
7.
Digunakan sebagai bahan bakar
8.
Meningkatkan kerjasama ekonomi internasional
9.
Sebagai pembuatan perabotan dapur
10. Bahan obat-obatan
11. Bahan campuran makanan
12. Meningkatkan fungsi sosial
13. Kayunya digunakan dalam industri
mebel dan furniture
14. Menjaga iklim
lingkungan
Hasil penjualan getah karet juga sangat penting bagi
masyarakat sekitar. Terlebih lagi harga karet yang tidak stabil setiap tahunnya
memaksa mereka harus mengatur perekonomian sebaaik mungkin disaat harga getah
karet turun dan mereka tidak memiliki penghasilan lain.
Harga karet pada tahun-tahun seelunya pernah menginjak
angka Rp20.000/kg, ini sangat menguntungkan bagi masyarakat. Akan tetapi harga
nya kemudian turun sampai menyentuh angka Rp6.500/kg dan bertahan beberapa
tahun terakhir sampai tahun 2020. Banyak pihak yang menuturkan, sangat
menyesalkan dan sedih akibat turunnya harga karet apalagi mereka tidak ada
alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“setelah di Januari harga ekspor karet meningkat
didorong menguatnya harga minyak mentah di Pasar Internasional, maka sejak
Februari hingga Maret 2020, harga turun karena dampak covid-19,”
Ujaar Sekretarias Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet
Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah di Medan, Selasa.
Jika harga ekspor karet pernah menguat menjadi 1.46
dolar AS per kg di Januari, maka Februari turun menjadi 1.33 dolar AS dan pada
Maret melemah menjadi 1.20 dolah AS per kg. Harga ini juga diakibatkan karena
adanya dampak Covid-19. Apalagi Covid-19
melanda hampir semua negara termasuk negara-negara pengimpor seperti Negara
China dan juga Amerika Serikat (AS).
Ada enam faktor yang mempengaruhi harag
karet di pasar internasional. Yaitu, nilai tukar rupiah terhadap dollar,
penggunaan karet sintetis sebagai competitor karet alam dan suplay dan demand di
pasar karet internasional.
Lalu, perkembangan industri
berbahan baku karet, faktor cuaca dan hama penyakit, serta permainan spekulan
di Pasar Berjangka International.
“Sebagai negara produsen
karet alam terbesar kedua di dunia, Indonesia turut merasakan dampak pandemi
Covid-19 di sektor karet alam. Untuk itu, Indonesia bersama dua negara produsen
karet alam lainnya berkolaborasi merumuskan upaya konkret guna memastikan
petani karet tetap mendapatkan harga yang remuneratif di tengah situasi yang
tidak menentu seperti sekarang ini,” ujar Plh. Direktur Perundingan APEC dan
Organisasi Internasional Kementerian Perdagangan, Antonius Yudi Triantoro.
Yudi menjelaskan, pandemi
Covid-19 mengakibatkan munculnya beragam kebijakan, seperti pembatasan
keluar-masuk barang, penundaan pembelian karet, hingga karantina wilayah
(lockdown). Untuk itu, Indonesia bersama Thailand dan Malaysia terus
berkomitmen menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan karet alam di pasar
global, termasuk memastikan konsumsi karet alam domestik yang signifikan agar
pengurangan ekspor akibat pandemi dapat digantikan dengan penggunaan karet di
dalam negeri.
Kabar gembiranya adalah
mulai awal tahun 2021 harga karet mulai kembali naik, sehingga berita ini tentu
menggembirakan hati masyarakat.
“minggu lalu kami jual
getah nya dihargai Rp 12.000-13.000/kg, kalau sebelum-sebelumnya hanya Rp
6.000-7.000/kg”.
Meskipun saat ini harga getah karet sudah mengalami
penaikan. Masyarakat harus tetap mengantisipasi dan mengelola pengeluaran
ekonomi mereka, manakala harga karet kembali turun terlebih lagi dimasa pandemi
seperti ini.
Salah satu upaya untuk
mengurangi kehilangan hasil karet petani, adalah dengan menjaga kualitas getah
karet ketika harga muali naik, sehingga tidak mengalami kesulitan ekonomi
apabila harga karet turun drastis. Seperti mengatasi penyakit yang menyerah
pohon karet.
Penyakit GDK yang tidak
ditangani dengan baik, berpotensi menurunkan produktivitas karet yang berimbas
pada penurunan produksi nasional dan penurunan pendapatan petani. Padahal tidak
dipungkiri karet memiliki peranan penting dalam industri dan prospek
menguntungkan baik dari serapan dalam negri maupun ekspor. Selain itu,
keberadaannya bisa mengurangi emisi gas rumah kaca, menjaga kondisi alam dan
rehabilitas lingkungan.
Penyakit GDK yang sering
menyerang ini disebabkan jamur Colletotrichum gloeosporioides, Corynespora
cassiicola, Oidium heveae, Fusicoccum sp., dan Pestalotiopsis sp serta penyakit
jamur akar putih. Tanaman karet yang terkena penyakit GDK akan mengalami
kerusakan pada daun, yang kemudian rontok secara bersamaan. Jika tidak
ditangani, pohon akan meranggas dan bisa menyebabkan kematian. Penyakit ini
menyebabkan penurunan produksi getah 15 hingga 25 persen.
Pengendalian penyakit GDK
ini dilakukan dengan tiga cara, yaitu cara mekanis dengan menebang, membongkar
dan memusnahkan tanaman yang mati. Kedua, cara sanitasi kebun dengan
mengumpulkan dan memusnahkan sisa-sisa tanaman yang dapat menjadi sumber
serangan. Ketiga, secara kimiawi dengan penggunaan fungisida.
Saat suplai karet alam di pasar global terganggu hingga
adanya permainan spekulasi maka akan berimbas pada pasar-pasar karet alam.
Pada awal tahun ini misalnya, pergerakan harga karet
yang cukup signifikan belum dapat diprediksi karena belum adanya keyakinan investor
terhadap keberhasilan vaksinasi anti covid-19.
Selain itu, perumbuhan eonomi global terkini disadari
belum memicu peningkatan permintaan karet di pasar Internasional. Apalagi,
negara-negara besar produsen karet yang juga belum pulih pasca cuaca ekstrim
dan penyakit gugurnya daun pohon karet.
Meskipun demikian, berapa lama angka ini bertahan tidak
dapat dipastikan. Karena harga karet tidak hanya disebabkan oleh adanya pandemi
covid-19, melainkan juga karena faktor iklim dan gangguan kondisi alam.
Penulis adalah Elvi Sundari Safitri, Mahasiswa Prodi HES Fakultas Syariah IAIN Langsa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar